I. Definisi Agama
Dengan singkat definisi agama
menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah
memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi angkat tangan
mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama–agama yang
tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan
definisi deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang
dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.
Definisi agama menurut Durkheim
adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan
dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang
bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari definisi ini ada dua
unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu
“sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Agama tidak
harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama
tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama
lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu
dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya,
yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Hendro
puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya
yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan
didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas
umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
1.
Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual
2.
Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai
tujuan tersendiri
3.
Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural
II. Ruang Lingkup Agama
Secara garis besar ruang lingkup
agama mencakup :
a.
Hubungan manusia dengan tuhannya
Hubungan dengan tuhan disebut
ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada tuhannya.
b.
Hubungan manusia dengan manusia
Agama memiliki konsep-konsep dasar
mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan
gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia
atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran
agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c.
Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan
bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan
sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
III. Fungsi dan Peran Agama Dalam
Masyarakat
Dalam hal fungsi, masyarakat dan
agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di
masyarakat yang tidak dapat dipecahakan
secara empiris karena adanya
keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama
menjalankan fungsinya sehingga
masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan
sebagainya. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
a.
Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan
pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman,
dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara
(perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
b.
Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan
keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan
keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia
untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi
dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh
apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah
dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
c.
Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol sosial
yaitu :
- Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
- Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik )dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
d.
Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan
kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur
kesamaan.
- Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.
- Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
- Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e.
Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini
diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama
dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan menurut
Thomas F. O’Dea menuliskan enam
fungsi agama dan masyarakat yaitu:
1.
Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
2.
Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara
Ibadat.
3.
Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
4.
Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
5.
Pemberi identitas diri.
6.
Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut
Hendropuspito lebih ringkas lagi, akan tetapi
intinya hampir sama. Menurutnya
fungsi agama dan masyarakat itu
adalah edukatif, penyelamat, pengawasan
sosial, memupuk persaudaraan, dan transformatif.
Agama memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
IV. Pengaruh Agama Terhadap
Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan dari
pemaparan diatas, jasa terbesar agama adalah mengarahkan perhatian manusia
kepada masalah yang penting yang selalu menggoda manusia yaitu masalah “arti
dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan emosi, tetapi juga
kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin,
penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama
menunjukan kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari
jawabannya. Dan jawaban tersebut hanya dapat diperoleh jika manusia
beserta masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai “sumber” dan
“terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal terakhir
ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau tenaga
indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional,
malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan
kesadaran yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa
ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang
berat.
Para ahli kebuadayaan yang telah
mengadakan pengamatan mengenai aneka kebudayaan berbagai bangsa sampai pada
kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti yang paling mendasar dari
kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun negatif. Masyarakat
adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-menerus yang
dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir
(jasmani). Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan
teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan
oleh kekuatan batin adalah demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis
komparatif ternyata bahwa agama dan nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan
pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan, agama dapat menjadi inisiator
ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang gigih sesuai dengan
kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh agama
bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh
yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif
atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
V. Pengaruh Agama Terhadap
Stratifikasi Sosial
Didalam ajaran sosiologi kita
mengenal pengertian stratifikasi sosial yang mempunyai pengertian yaitu,
susunan berbagai kedudukan sosial menurut tinggi rendahnya dalam masyarakat.
Seorang pengamat menggambarkan masyarakat sebagai suatu tanda yang berdiri yang
mempunyai anak tanggga-anak tangga dari bawah keatas. Stratifikasi sosial itu
tidak sama antara masyarakat satu dengan yang lain karena setiap masyarakat
mempunyai stratifikasi sosialnya sendiri . Jika jarak antara tangga yang satu
dengan anak tangga yang ada diatasnya ditarik horizontal, maka terdapat suatu
ruang. Ruang itu disebut lapisan sosial. Jadi lapisan sosial adalah keseluruhan
orang yang berkedudukan lapisan sosial setingkat . Contoh pengaruh agama
terhadap stratifikasi pada golongan petani, sikap mental golongan petani
terbentuk oleh situasi dan kondisi dimana mereka hidup, yang antara lain adalah
faktor klimatologis dan hidrologis seperti musim dingin dan musim panas, yang sejalan
dengan musim kering dan musim penghujan. Golongan petani selalu bergumul dengan
pemainan hukum alam (pertanian). Hukum cocok tanam kadang sulit diperhitungkan
secara cermat selalu bersandar pada kedermawanan alam yang datang lambat &
tidak menentu. Maka kaum petani lebih cenderung untuk mendayagunakan
kekuatan-kekuatan magis (supra-empiris) guna membantu mereka dalam
menentukan hari yang tepat. Semangat religius golongan petani itu terlihat dari
pengadaan sejumlah pesta pertanian pada peristiwa penting, misalnya kaum petani
di Indonesia mengadakan selamatan pada saat menanam benih dan waktu panen,
sampai sekarang ini banyak petani di Indonesia masih mengadakan ritual
tersebut.
VI. KELESTARIAN AGAMA DALAM
MASYARAKAT
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan,
kemudian lahir pemikiran-pemikiran yang berlandaskan pada pemikiran sekuler
seperti pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa pada masyarakat modern agama
akan lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai oleh teknologi dan
birokrasi. Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam kurun waktu
terkhir ini. Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis seperti
Rusia, RRC, Vietnam yang menerapkan penghapusan agama karena tidak sesuai
dengan ideologi negara tersebut, tetapi beberapa orang berhasil mempertahankan
agama tersebut, bahkan umat beragama semakin meningkat. Dengan mengirasionalkan
agama bahwa agama adalah sesuatu yang salah dalam pemikiran, tetapi dengan
sendirinya umat beragama dapat berpikir dan mengetahui apa yang dipikirkan
mengenai agama. Sehingga umat beragama dapat memahami apa arti sebuah agama dam
manfaatnya.
Karena semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan yang demikian dinamis, teori-teori lama kemudian mengalami
penyempurnaan dan revisi. Bukan pada tempatnya membandingkan kebenaran ilmu
pengetahuan dengan kebenaran yang diperoleh dari informasi agama. Pemeluk agama
meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal, sementara
kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan
kemampuan pola pikir manusia. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya bisa menjadi
bagian dari penafsiran nilai-nilai agama. Sepertia yang dikatakan David Tracy
bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung dimensi religious, karena untuk dapat
dipahami, dan diterima diperlukan keterlibatan diri dengan soal Ketuhanan dan
agama.
Fungsi
Agama dalam Masyarakat
Agama menurut kamus besar Bahasa
Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya .
Fungsi Agama dalam Masyarakat meliputi :
1. Sumber pedoman hidup
2. Mengatur tata cara hubungan manusia dengan tuhannya ataupun manusia dengan manusia
3. Tuntunan tentang kebenaran atau kesalahan
4. Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
5. Pedoman untuk menanamkan keyakian
6. Pedoman keberadaan
7. Pengungkapan estetika (keindahan)
8. Pedoman untuk rekreasi dan hiburan
9. Memberikan identitas pada manusia sebagai umat suatu agama
Fungsi Agama dalam Masyarakat meliputi :
1. Sumber pedoman hidup
2. Mengatur tata cara hubungan manusia dengan tuhannya ataupun manusia dengan manusia
3. Tuntunan tentang kebenaran atau kesalahan
4. Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
5. Pedoman untuk menanamkan keyakian
6. Pedoman keberadaan
7. Pengungkapan estetika (keindahan)
8. Pedoman untuk rekreasi dan hiburan
9. Memberikan identitas pada manusia sebagai umat suatu agama
Agama sangatlah penting dalam
kehidupan manusia. Demikian pentingnya agama dalam kehidupan manusia, sehingga
diakui atau tidak sesungguhnya manusia sangatlah membutuhkan agama dan sangat
dibutuhkanya agama oleh manusia. Tidak saja di massa premitif dulu sewaktu ilmu
pengetahuan belum berkembang tetapi juga di zaman modern sekarang sewaktu ilmu
dan teknologi telah demikian maju. Berikut ini fungsi-fungsi dari agama: a.
Agama merupakan sumber moral Manusia sangatlah memerlukan akhlaq atau moral,
karena moral sangatlah penting dalam kehidupan. Moral adalah mustika hidup yang
membedakan manusia dari hewan. Manusia tanpa moral pada hakekatnya adalah
binatang dan manusia yang membinatang ini sangatlah berbahaya, ia akan lebih
jahat dan lebih buas dari pada binatang buas sendiri. Tanpa moral kehidupan
akan kacau balau, tidak saja kehidupan perseorangan tetapi juga kehidupan
masyarakat dan negara, sebab soal baik buruk atau halal haram tidak lagi
dipedulikan orang. Dan kalau halal haram tidak lagi dihiraukan. Ini namanya
sudah maehiavellisme. Machiavellisme adalah doktrin machiavelli “tujuan
menghalalkan cara kalau betul ini yang terjadi, biasa saja kemudian bangsa dan
negara hancur binasa. Ahmad Syauqi, 1868 – 1932 seorang penyair Arab mengatakan
“bahwa keberadaan suatu bangsa ditentukan oleh akhlak, jika akhlak telah
lenyap, akan lenyap pulalah bangsa itu”. Dalam kehidupan seringkali moral
melebihi peranan ilmu, sebab ilmu adakalanya merugikan. “kemajuan ilmu dan
teknologi mendorong manusia kepada kebiadapan” Demikian dikatakan oleh Prof. Dr.
Alexis Carrel seorang sarjana Amerika penerima hadiah nobel 1948 “moral dapat
digali dan diperoleh dalam agama, karena agama adalah sumber moral paling
teguh. Nabi Muhammad Saw di utus tidak lain juga untuk membawa misi moral,
yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” W.M. Dixo dalam “The Human
Situation” menulis “ Agama betul atau salah dengan ajarannya percaya kepada
Tuhan dan kehidupan akherat yang akan datang, adalah dalam keseluruhannya kalau
tidak satu-satunya peling sedikit kita boleh percaya, merupakan dasar yang
paling kecil bagi moral”. Dari tulisan W.M. Dixon di atas ini dapat diketahui
bahwa agama merupakan sumber dan dasar (paling kuat) bagi moral, karena agama
menganjurkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akherat. Pendapat Dixon ini
memang betul. Kalau orang betul beriman bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan yang ada
itu maha mengetahui kepada tiap orang sesuai dengan amal yang dikerjakannya,
maka keimanan seperti ini merupakan sumber yang tidak kering-keringnya bagi
moral. Itulah sebabnya ditegaskan oleh Rasulullah Saw. Yang artinya : ”Orang
mukmin yang paling sempurna imanya ialah orang mukmin yang paling baik
akhlaqnya” (Riwayat Tirmizi) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat diperlukannya moral
oleh manusia, karena agama bersumber dari agama. Dan agama menjadi sumber
moral, karena agama menganjurkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akherat, dan
selain itu karena adanya perintah dan larangan dalam agama. b. Agama merupakan
petunjuk kebenaran Salah satu hal yang ingin diketahui oleh manusia ialah apa
yang bernama kebenaran. Masalah ini masalah besar, dan menjadi tanda tanya
besar bagi manusia sejak zaman dahulu kala. Apa kebenaran itu, dan dimana dapat
diperoleh manusia dengan akal, dengan ilmu dan dengan filsafatnya ingin
mengetahui dan mencapainya dan yang menjadi tujuan ilmu dan filsafat tidak lain
juga untuk mencari jawaban atas tanda tanya besar itu, yaitu masalah kebenaran.
Tetapi dapat disayangkan, sebagaimana telah disebutkan dalam uraian terdahulu,
sebegitu jauh usaha ilmu dan filsafat untuk mencapai kemampuan ilmu dan
filsafat hanyalah sampai kepada kebenaran relatif atau nisbi, padahal kebenaran
relatif atau nisbi bukanlah kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran yang sesungguhnya
ialah kebenaran mutlak dan universal, yaitu kebenaran yang sungguh-sungguh
benar, absolut dan berlaku untuk semua orang. Tampakya sampai kapanpun masalah
kebenaran akan tetap merupakan misteri bagi manusia, kalau saja manusia hanya
mengandalkan alat yang bernama akal, atau ilmu atau juga filsafat (Demoikritas,
2004 : 360-460) Kebenaran itu dalam sekali letaknya tidak terjangkau semuanya
oleh manusia. Penganut-penganut sufisme, yaitu aliran baru dalam filsafat
Yunani yang timbul pada pertengahan abad ke-5 menegaskan pula”. Kebenaran yang
sebenar-benarnya tidak tercapai oleh manusia. Kemudian Bertrand Rossel seorang
Failosuf Inggris termasyur juga berkata “apa yang tidak sanggup dikerjakan oleh
ahli ilmu pengetahuan, ialah menentukan kebajikan (haq dan bathil). Segala
sesuatu yang berkenaan dengan nilai-nilai adalah di luar bidang ilmu
pengetahuan. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya “Sesungguhnya
telah kami turunkan al-Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran agar kamu
memberi kepastian hukum di antara manusia dengan apa yang telah ditunjukkan
oleh Allah kepadamu” (an-Nisa’, 105) c. Agama merupakan sumber informasi
tentang masalah metafisika Prof Arnoid Toynbee memperkuat pernyataan yang
demikian ini. Menurut ahli sejarah Inggris kenamaan ini tabir rahasia alam
semesta juga ingin di singkap oleh manusia. Dalam bukunya “An Historian’s
Aproach to religion” dia menulis, “ Tidak ada satu jiwapun akan melalui hidup
ini tanpa mendapat tantantangan-rangsangan untuk memikirkan rahasia alam
semesta”. Ibnu Kholdum dalam kitab Muqaddimah-nya menulis “akal ada sebuah
timbangan yang tepat, yang catatannya pasti dan bisa dipercaya. Tetapi
mempergunakan akal untuk menimbang hakekat dari soal-soal yang berkaitan dengan
keesaan Tuhan, atau hidup sesudah mati, atau sifat-sifat Tuhan atau soal-soal
lain yang luar lingkungan akal, adalah sebagai mencoba mempergunakan timbangan
tukang emas untuk menimbang gunung, ini tidak berarti bahwa timbangannya itu
sendiri yang kurang tepat. Soalnya ialah karena akal mempunyai batas-batas yang
membatasinya. Berhubungan dengan itu persoalan yang menyangkut metafisika masih
gelap bagi manusia dan belum mendapat penyelesaian semua tanda tanya tentang
itu tidak terjawab oleh akal. d. Agama memberikan bimbingan rohani bagi
manusia, baik dikala suka maupun di kala duka Hidup manusia di dunia yang pana
ini kadang-kadang suka tapi kadang-kadang juga duka. Maklumlah dunia bukanlah
surga, tetapi juga bukan neraka. Jika dunia itu surga, tentulah hanya
kegembiraan yang ada, dan jika dunia itu neraka tentulah hanya penderitaan yang
terjadi. Kenyataan yang menunjukan bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari
suka dan duka yang silih berganti. Firman Allah Swt yang artinya : “Setiap jiwa
pasti akan merasakan kematian, dan engkau kami coba dengan yang buruk dan
dengan yang baik sebagai ujian” (al-Ambiya, 35). Dalam masyarakat dapat dilihat
seringkali orang salah mengambil sikap menghadapi cobaan suka dan duka ini.
Misalnya dikala suka, orang mabuk kepayang da lupa daratan. Bermacam karunia
Tuhan yang ada padanya tidak mengantarkan dia kepada kebaikan tetapi malah
membuat manusia jahat. (Shaleh, 2005: 45) Berdasarkan uraian di atas penulis
dapat menyimpulkan bahwa sikap yang salah juga sering dilakukan orang sewaktu
di rundung duka. Misalnya orang hanyut dalam himpitan kesedihan yang
berkepanjangan. Dari sikap yang keliru seperti itu dapat timbul gangguan
kejiwaan seperti lesu, murung, malas, kurang gairah hidup, putus asa dan merasa
tidak berguna bagi orang lain.
Sumber: http://tkj-darma.blogspot.com/2013/02/fungsi-agama-bagi-kehidupan-manusia_23.html
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
Sumber: http://tkj-darma.blogspot.com/2013/02/fungsi-agama-bagi-kehidupan-manusia_23.html
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
1 komentar:
Posting Komentar