Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada
pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat
berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi
merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan
manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika
seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain
yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi
langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas
menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat
adanya peluang yang sama.
Diskriminasi
tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan
di lapangan.
Diskriminasi di tempat kerja
Diskriminasi
dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk:
- dari struktur gaji,
- cara penerimaan karyawan,
- strategi yang diterapkan dalam kenaikan jabatan, atau
- kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.
Diskriminasi di
tempat kerja berarti
mencegah seseorang memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya
tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya.
Teori statistik diskriminasi berdasar pada pendapat
bahwa perusahaan tidak dapat
mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha
cenderung menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata, seperti ras atau jenis kelamin,
sebagai indikator produktivitas, seringkali diasumsikan anggota dari kelompok tertentu memiliki tingkat
produktivitas lebih rendah.
.
Pengertian Diskriminasi
Menurut PBB, diskriminasi diartikan sebagai “diskriminasi
mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan
alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan
kemampuan individu atau jasanya”.
Sedangkan Theodorson & Theodorson (1979:115-116)
mengartikan diskriminasi sebagai “…adalah perlakuan yang tidak seimbang
terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat
kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras,
kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial”.
Pengertian kedua definisi tersebut tidak jauh berbeda. Bahwa
di sana ada membedakan tindakan berdasarkan atribut-atribut tertentu. Definisi
tersebut juga menyiratkan bahwa diskriminasi bukanlah monopoli kaum dominan dan
mayoritas terhadap kaum subordinat dan minoritas. Diskriminasi dapat dilakukan
oleh siapa saja kepada siapapun juga.
2.
Problematika Diskriminasi dalam
Masyarakat yang Beragam
Diskriminasi megakibatkan pengurangan, penyimpangan, atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.
Seperti yang telah ditegaskan dalam pasal 281 ayat 2 UUD
NKRI 1945 bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu”. Sangat
jelas sekali bahwa setiap orang mendapat perlindungan saat dia mendapat
perlakuan diskriminasi. Meskipun begitu diskriminasi masih terjadi diberbagai
belahan dunia, dan prinsip non diskriminasi harus mengawali kesepakatan antar
bangsa untuk dapat hidup dalam kebebasan, keadilan, dan perdamaian.
Pada dasarnya diskriminasi tidak terjadi begitu saja, akan
tetapi karena adanya beberapa faktor, antara lain:
a.
Adanya persaingan yang semakin ketat
dalam berbagai bidang kehidupan.
b.
Adanya tekanan dan intimidasi yang
biasanya dilakukan oleh kelompok yang dominan terhadap kelompok atau golongan
yang lebih lemah.
c.
Ketidak berdayaan golongan miskin
akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka terus terpuruk dan menjadi
korban diskriminasi.
Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat,berbangsa
dan bernegara senantiasa memiliki suau pandangan hidup,filsafat hidup,dan
pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam kancah pergaulan masyarakat
Internasional.
Manusia memiliki seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Hal ini disebut Hak Asasi Manusia. Kewajiban dasar
manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak
memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
3.
Macam Diskriminasi yang Terjadi dalam
Keragaman
Macam – macam diskriminasi dalam keragaman masyarakat antara
lain diskriminasi terhadap:
·
Suku,bangsa, ras dan gender
·
Agama dan keyakinan
·
Adat dan Kesopanan
·
Kesenjangan ekonomi
·
Kesenjangan sosial
Proses terjadinya pelapisan sosial ada dua,yaitu :
· Pelapisan sosial yang tejadi dengan
sendirinya. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan
karena kesenjangan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu,melainkan
berjalan secara alamiah dengan sendirinya.Pengakuan-pengakuan terhadap
kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya.
· Pelapisan sosial yang terjadi dengan
sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Didalam sistem plapisan sosial
ditentukan secara jelas dan egas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan
kepada seseorang.
4.
Upaya mengurangi diskriminasi dalam
keragaman dan kesederajatan
Ada beberapa upaya yag dapat dilakukan untuk memperkecil
masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman, yaitu:
1.
Semangat religius
2.
Semangat nasionalisme
3.
Semangat pluralisme
4.
Semangat humanisme
5.
Dialog antar-umat beragama
6.
Membangun suatu pola komunikasi
untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama, media massa dan
haronisasi duia.
Keterbukaa, kedewasaan sikap pemikiran global yang bersifat
inklusif, serta kesadaran kebersamaan dalam mengurangi sejarah, merupakan modal
yang sangat menentukan bagi terwujudnya sebuah bangsa yang Bhineka Tunggal Ika.
Menyatu dalam keragaman dna beragam dalam kesatuan. Segala bentuk kesenjangan
didekatkan, segala keanekaragaman dipandang sebagai kekayaan bangsa, milik
bersama. Sikap inilah yang perlu dikembangkan dalam pola pikir masyarakat untuk
menuju masyarakat yang lebih baik bebas dari segala macam bentuk diskriminasi.
KASUS
Sebagaimana kita ketahui bersama, pada tahun 1981 telah
disahkan konvensi dunia untuk melindungi hak-hak kaum perempuan. Semua negara
yang menandatangani konvensi tersebut berkewajiban untuk merilis laporan umum
mengenai kondisi perempuan di negara secara berkala kepada PBB. Meski demikian,
di era abad ke-21 sekarang, negara-negara Barat, khususnya AS menerapkan standar
ganda terhadap masalah perempuan. Bahkan pelbagai kasus pelanggaran terhadap
hak-hak kaum perempuan di Barat masih saja terus ditemukan. Padahal selama ini,
merekalah yang senantiasa getol meneriakkan slogan-slogan pembelaan hak-hak
kaum perempuan.
Pada tahun 1960, dicetuskanlah UU "Upah Sama untuk
Kerja yang Sama". Tampaknya, UU tersebut membela kepentingan perempuan.
Namun setelah beberapa dekade berlalu, hingga kini masih kita saksikan bahwa
hak-hak perempuan masih diabaikan. Sebagai contoh, sampai sekarang situasi
pasar kerja masih berlum berubah. Perempuan Barat terpaksa bekerja 10 hari demi
memperoleh gaji yang sebanding dengan 6 hari kerja lelaki. Selain itu, keamanan
kerja kaum perempuan Barat juga masih begitu rendah dan mereka memiliki peluang
naik karier yang sangat terbatas pula. Kini, pekerjaan di bidang perkantoran
merupakan profesi yang paling banyak digeluti perempuan. Sebagian besar
perempuan yang disebut oleh negara sebagai tenaga kerja terampil adalah para
perawat, pekerja sosial, guru sekolah dasar, dan teknisi rumah sakit. Bukan
fisikawan, pengacara, atau profesor universitas.
Saat ini di AS, lelaki memberikan beban kehidupan keluarga
yang sangat besar bagi perempuan. Sebuah hasil riset menunjukkan, dua dari tiga
lelaki AS menginginkan calon istrinya turut berperan memenuhi kebutuhan
keluarga dari penghasilannya yang besarnya sebanding dengan penghasilan suami.
Namun begitu, suami tetap punya hak untuk memanfaatkan penghasilannya sendiri
secara bebas. Sementara, istri terpaksa membelanjakan penghasilannya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Mereka juga bertanggung jawab mengurusi kehidupan
sehari-hari anak-anaknya. Tanggung jawab yang tidak hanya mengurusi pendidikan
mereka, tapi juga hal-hal lainnya, seperti makanan, pakaian, dan tugas sekolah
anak-anaknya. Dengan demikian, perempuan di Barat kini tidak hanya dibebani
tanggung jawab di dalam rumah saja, tapi juga dari luar.
Kondisi hak perempuan dan anak-anak di AS merupakan yang
paling tragis. Kasus pelecehan seksual dan tindak kekerasan terhadap mereka di
negeri Paman Sam ini begitu tinggi. Berdasarkan data polisi federal AS (FBI)
tahun 2003, sekitar 94 ribu perempuan menjadi korban pelecehan seksual.
Ironisnya lagi, hingga kini pemerintah AS belum meratifikasi konvensi
perlindungan anak-anak dan perempuan.
Kasus diskriminasi jender juga terjadi di Inggris. Menurut
laporan PBB tahun 2008, kaum perempuan di Inggris banyak yang menjadi korban
kekerasan fisik dan pelecehan seksual. Masih menurut yang sama, kasus
perdagangan perempuan di negara ini masih marak, sementara tindakan pemerintah
London sendiri pun begitu lemah dalam menangani masalah tersebut. Di kalangan
media massa Inggris, perempuan juga kerap hanya dipandang sebagai alat dan
negatif. Kasus hamil diluar nikah dan aborsi merupakan salah satu kasus
pelanggaran hak perempuan. Angka bunuh diri dan pengidap gangguan mental di
kalangan perempuan imigran dan minoritas di Inggris juga mengalami peningkatan
drastis akibat diskriminasi gender.
Jerman merupakan negara Eropa lainnya yang banyak memiliki
kasus pelanggaran terhadap hak perempuan. Hal itu bisa kita lacak dari hasil
penelitian Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan Tahun
2004. Media-media massa Jerman pun acap kali melihat perempuan sekedar
komoditas seks. Angka pengangguran di kalangan perempuan juga meningkat. Selain
itu, perempuan juga memperoleh standar gaji yang lebih rendah dan dipekerjakan
pada level yang rendah. Laporan komite PBB itu juga mengungkapkan
kekhawatirannya atas maraknya kasus pemanfaatan perempuan sebagai komoditas
seks di Jerman.
Berdasarkan laporan PBB tahun 2006, kasus kekerasan terhadap
perempuan dan diskriminasi jender di lingkungan kerja di Perancis juga sangat
mengkhawatirkan. Menurut laporan resmi pemerintah Perancis, dua per tiga
pekerja rendahan seperti pembantu, pelayan restoran dan hotel merupakan kaum
perempuan. Kehadiran perempuan di pos-pos kerja pemerintahan, internasional,
dan komunitas ilmiah Perancis sangat terbatas. Perbadaan besarnya gaji
perempuan dan lelaki rata-rata terpaut 19 persen. Kasus kekerasan di lingkungan
keluarga Perancis juga membuat khawatir Komite PBB untuk Perlindungan
Perempuan. Setiap tahunnya, banyak perempuan Perancis yang menjadi korban
kekerasan suaminya. Selain itu, sebagaimana di negara-negara Eropa lainnya,
kasus hamil di luar nikah dan aborsi di Perancis juga sangat tinggi. Sepertiga
dari jumlah perempuan hamil, merupakan hamil di luar nikah, dan separuh darinya
berakhir dengan aborsi secara suka rela.
Sedangkan di ASIA, berdasar studi konsorsium yang juga
diikuti Pakistan, Iran, China, dan Hongkong ini menunjukkan terjadinya sejumlah
pelanggaran yang telah memgkriminalkan perempuan. Simposium yang didukung
konsorsium Women's Empowerment in Muslim Contexts (WEMC) ini menyoroti
kasus-kasus kekerasan perempuan di Indonesia, seperti hukuman cambuk yang
berlaku di sebuah desa di Sulawesi Selatan, perda anti-pelacuran yang berlaku
di Tangerang dan Bantul serta perda anti-maksiat di Depok. Selain itu mereka
juga menyoroti eksploitasi terhadap pekerja migran perempuan. Hal ini, menurut
mereka, cukup tampak dari biaya-biaya yang cukup tinggi yang diterapkan oleh
PJTKI dan agen-agen perekrut TKW. Sebab itu mereka berharap pemerintah
melakukan peninjauan dan uji material terhadap peraturan dan
kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada kaum perempuan, baik di tingkat
provinsi hingga desa.
Sumber: http://kumpulan-artikel-menarik.blogspot.com/wanita-masih-terbelenggu
diskriminasi.html
PEMBAHASAN
Dimana-mana akan kita temukan diskriminasi. Melihat beberapa
contoh kasus seperti diatas, tindakan diskriminatif bukanlah dideterminasi oleh
rasa dan prasangka semata. Ia memiliki dan dibangun di atas rasionalitas
tertentu. Seandainya kita merujuk kepada teori tindakan sosial, salah satu
premisnya adalah “seseorang akan mengulangi perbuatannya berdasarkan hasil
imbalan dan hukuman yang diperoleh atau diharapkannya”. Diskriminasi yang
mendapat justifikasi potensial (terlebih aktual) yang diperoleh oleh pelaku
tindakan diskriminatif akan menyuburkan dan menyebabkan pelaku untuk mengulangi
tindakan diskriminatif. Berulang dan berulang. Diskriminasi bukanlah
“permainan” rasa suka – tidak suka yang melibatkan perasaan, tetapi ia adalah
“permainan dan pertimbangan” rasionalitas.
Rasionalitas yang digunakan adalah rasionalitas instrumental
alias cost and benefit calculation. Dalam rasionalitas jenis ini, semuanya
dihitung berdasarkan kalkulasi ekonomis. Tindakan yang tidak mendapat nilai
ekonomis tidak akan mendapat tempat dan dianggap tidak bermanfaat. Tidak ada
logika moral, sosial. Satu-satunya yang mendapat tempat dan benar adalah yang
memenuhi kalkulasi ekonomis. Selama sebuah tindakan diterima oleh biaya atau
manfaat dan tindakan tersebut mendatangkan manfaat ekonomis, maka selama itu
pula tindakan tersebut dapat diterima dan harus dilaksanakan. Satu-satunya
moral, menurut model rasionalitas jenis ini, adalah moral ekonomis.
Rasionalitas ini adalah salah satu penyebab mengapa perilaku dan tindakan
diskriminatif tidak hilang dan peraturan pemerintah masih belum berjalan
semestinya.
Salah
satu alasan bahwa rasionalitas masih tetap bertahan adalah karena isu
diskriminasi belum menjadi perhatian dan tanggung jawab masyarakat. Kalaupun
diskriminasi menjadi perhatian, itu hanya sebatas melahirkan regulasi
(pengendalian perilaku sesaat). Tidak ada sosialisasi sehingga masyarakat tidak
mengetahui apa itu diskriminasi. Tidak ada institusi sosial yang berfungsi melanjutkan
dan mengawasi implementasi peraturan. Penegakan hukum yang sebenarnya
diharapkan mampu menjadi agen perubahan moral tidak berjalan karena tidak
didukung oleh sistem dan kepedulian moral akan pentingnya menghargai Hak-Hak
Dasar Individu. Kepedulian moral hanya sebatas motif egosentrisme “Untung Saya
Apa”. “Seandainya tidak ada kepentingan saya, maka untuk apa saya turut
campur”, ini adalah cerminan logika dan moral “Untung Saya Apa”. Kita belum
cukup menghargai dan menghormati hak-hak dasar setiap individu.
KESIMPULAN
Perempuan sangat berperan penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Banyak peratuan yang dibuat pemerintah maupun seluruh elemen
tentang perempuan. Namun, masih banyak juga masyarakat yang tidak memperdulikan
peraturan – peraturan tersebut sehingga terjadi diskrimasi terhadap kaum
perempuan.
Diskriminasi merupakan perlakuan yang tidak seimbang
terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat
kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan,
agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.
Manusia memiliki seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Dengan demikian, diskriminasi terhadap perempuan harus
dihapuskan.
SUMBER :
0 komentar:
Posting Komentar