Kamis, 03 Juli 2014

DISKRIMINASI

Diposting oleh Arum Puspitarini di Kamis, Juli 03, 2014


Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.

Diskriminasi di tempat kerja
Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk:
  • dari struktur gaji,
  • cara penerimaan karyawan,
  • strategi yang diterapkan dalam kenaikan jabatan, atau
  • kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.
Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya.
Teori statistik diskriminasi berdasar pada pendapat bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha cenderung menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata, seperti ras atau jenis kelamin, sebagai indikator produktivitas, seringkali diasumsikan anggota dari kelompok tertentu memiliki tingkat produktivitas lebih rendah.

.     Pengertian Diskriminasi
Menurut PBB, diskriminasi diartikan sebagai “diskriminasi mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya”.
Sedangkan Theodorson & Theodorson (1979:115-116) mengartikan diskriminasi sebagai “…adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial”.
Pengertian kedua definisi tersebut tidak jauh berbeda. Bahwa di sana ada membedakan tindakan berdasarkan atribut-atribut tertentu. Definisi tersebut juga menyiratkan bahwa diskriminasi bukanlah monopoli kaum dominan dan mayoritas terhadap kaum subordinat dan minoritas. Diskriminasi dapat dilakukan oleh siapa saja kepada siapapun juga.

2.     Problematika Diskriminasi dalam Masyarakat yang Beragam
Diskriminasi megakibatkan pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.
Seperti yang telah ditegaskan dalam pasal 281 ayat 2 UUD NKRI 1945 bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif  atas dasar apapun dan berhak mendapatkan   perlindungan   terhadap   perlakuan   yang   bersifat   diskriminatif   itu”. Sangat jelas sekali bahwa setiap orang mendapat perlindungan saat dia mendapat perlakuan diskriminasi. Meskipun begitu diskriminasi masih terjadi diberbagai belahan dunia, dan prinsip non diskriminasi harus mengawali kesepakatan antar bangsa untuk dapat hidup dalam kebebasan, keadilan, dan perdamaian.
Pada dasarnya diskriminasi tidak terjadi begitu saja, akan tetapi karena adanya beberapa faktor, antara lain:
a.    Adanya persaingan yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan.
b.    Adanya tekanan dan intimidasi yang biasanya dilakukan oleh kelompok yang dominan terhadap kelompok atau golongan yang lebih lemah.
c.    Ketidak berdayaan golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka terus terpuruk dan menjadi korban diskriminasi.

Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara senantiasa memiliki suau pandangan hidup,filsafat hidup,dan pegangan hidup agar tidak terombang-ambing dalam kancah pergaulan masyarakat Internasional.
Manusia memiliki seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hal ini disebut Hak Asasi Manusia. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.

3.     Macam Diskriminasi yang Terjadi dalam Keragaman
Macam – macam diskriminasi dalam keragaman masyarakat antara lain diskriminasi terhadap:
·                     Suku,bangsa, ras dan gender
·                     Agama dan keyakinan
·                     Ideologi dan politik
·                     Adat dan Kesopanan
·                     Kesenjangan ekonomi
·                     Kesenjangan sosial

Proses terjadinya pelapisan sosial ada dua,yaitu :
·      Pelapisan sosial yang tejadi dengan sendirinya. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan karena kesenjangan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu,melainkan berjalan secara alamiah dengan sendirinya.Pengakuan-pengakuan terhadap kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya.

·      Pelapisan sosial yang terjadi dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Didalam sistem plapisan sosial ditentukan secara jelas dan egas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.

4.      Upaya mengurangi diskriminasi dalam keragaman dan kesederajatan
Ada beberapa upaya yag dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman, yaitu:
1.                  Semangat religius
2.                  Semangat nasionalisme
3.                  Semangat pluralisme
4.                  Semangat humanisme
5.                  Dialog antar-umat beragama
6.                  Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama, media massa dan haronisasi duia.
Keterbukaa, kedewasaan sikap pemikiran global yang bersifat inklusif, serta kesadaran kebersamaan dalam mengurangi sejarah, merupakan modal yang sangat menentukan bagi terwujudnya sebuah bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. Menyatu dalam keragaman dna beragam dalam kesatuan. Segala bentuk kesenjangan didekatkan, segala keanekaragaman dipandang sebagai kekayaan bangsa, milik bersama. Sikap inilah yang perlu dikembangkan dalam pola pikir masyarakat untuk menuju masyarakat yang lebih baik bebas dari segala macam bentuk diskriminasi.

KASUS


Sebagaimana kita ketahui bersama, pada tahun 1981 telah disahkan konvensi dunia untuk melindungi hak-hak kaum perempuan. Semua negara yang menandatangani konvensi tersebut berkewajiban untuk merilis laporan umum mengenai kondisi perempuan di negara secara berkala kepada PBB. Meski demikian, di era abad ke-21 sekarang, negara-negara Barat, khususnya AS menerapkan standar ganda terhadap masalah perempuan. Bahkan pelbagai kasus pelanggaran terhadap hak-hak kaum perempuan di Barat masih saja terus ditemukan. Padahal selama ini, merekalah yang senantiasa getol meneriakkan slogan-slogan pembelaan hak-hak kaum perempuan.
Pada tahun 1960, dicetuskanlah UU "Upah Sama untuk Kerja yang Sama". Tampaknya, UU tersebut membela kepentingan perempuan. Namun setelah beberapa dekade berlalu, hingga kini masih kita saksikan bahwa hak-hak perempuan masih diabaikan. Sebagai contoh, sampai sekarang situasi pasar kerja masih berlum berubah. Perempuan Barat terpaksa bekerja 10 hari demi memperoleh gaji yang sebanding dengan 6 hari kerja lelaki. Selain itu, keamanan kerja kaum perempuan Barat juga masih begitu rendah dan mereka memiliki peluang naik karier yang sangat terbatas pula. Kini, pekerjaan di bidang perkantoran merupakan profesi yang paling banyak digeluti perempuan. Sebagian besar perempuan yang disebut oleh negara sebagai tenaga kerja terampil adalah para perawat, pekerja sosial, guru sekolah dasar, dan teknisi rumah sakit. Bukan fisikawan, pengacara, atau profesor universitas.
Saat ini di AS, lelaki memberikan beban kehidupan keluarga yang sangat besar bagi perempuan. Sebuah hasil riset menunjukkan, dua dari tiga lelaki AS menginginkan calon istrinya turut berperan memenuhi kebutuhan keluarga dari penghasilannya yang besarnya sebanding dengan penghasilan suami. Namun begitu, suami tetap punya hak untuk memanfaatkan penghasilannya sendiri secara bebas. Sementara, istri terpaksa membelanjakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Mereka juga bertanggung jawab mengurusi kehidupan sehari-hari anak-anaknya. Tanggung jawab yang tidak hanya mengurusi pendidikan mereka, tapi juga hal-hal lainnya, seperti makanan, pakaian, dan tugas sekolah anak-anaknya. Dengan demikian, perempuan di Barat kini tidak hanya dibebani tanggung jawab di dalam rumah saja, tapi juga dari luar.
Kondisi hak perempuan dan anak-anak di AS merupakan yang paling tragis. Kasus pelecehan seksual dan tindak kekerasan terhadap mereka di negeri Paman Sam ini begitu tinggi. Berdasarkan data polisi federal AS (FBI) tahun 2003, sekitar 94 ribu perempuan menjadi korban pelecehan seksual. Ironisnya lagi, hingga kini pemerintah AS belum meratifikasi konvensi perlindungan anak-anak dan perempuan.
Kasus diskriminasi jender juga terjadi di Inggris. Menurut laporan PBB tahun 2008, kaum perempuan di Inggris banyak yang menjadi korban kekerasan fisik dan pelecehan seksual. Masih menurut yang sama, kasus perdagangan perempuan di negara ini masih marak, sementara tindakan pemerintah London sendiri pun begitu lemah dalam menangani masalah tersebut. Di kalangan media massa Inggris, perempuan juga kerap hanya dipandang sebagai alat dan negatif. Kasus hamil diluar nikah dan aborsi merupakan salah satu kasus pelanggaran hak perempuan. Angka bunuh diri dan pengidap gangguan mental di kalangan perempuan imigran dan minoritas di Inggris juga mengalami peningkatan drastis akibat diskriminasi gender.
Jerman merupakan negara Eropa lainnya yang banyak memiliki kasus pelanggaran terhadap hak perempuan. Hal itu bisa kita lacak dari hasil penelitian Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan Tahun 2004. Media-media massa Jerman pun acap kali melihat perempuan sekedar komoditas seks. Angka pengangguran di kalangan perempuan juga meningkat. Selain itu, perempuan juga memperoleh standar gaji yang lebih rendah dan dipekerjakan pada level yang rendah. Laporan komite PBB itu juga mengungkapkan kekhawatirannya atas maraknya kasus pemanfaatan perempuan sebagai komoditas seks di Jerman.
Berdasarkan laporan PBB tahun 2006, kasus kekerasan terhadap perempuan dan diskriminasi jender di lingkungan kerja di Perancis juga sangat mengkhawatirkan. Menurut laporan resmi pemerintah Perancis, dua per tiga pekerja rendahan seperti pembantu, pelayan restoran dan hotel merupakan kaum perempuan. Kehadiran perempuan di pos-pos kerja pemerintahan, internasional, dan komunitas ilmiah Perancis sangat terbatas. Perbadaan besarnya gaji perempuan dan lelaki rata-rata terpaut 19 persen. Kasus kekerasan di lingkungan keluarga Perancis juga membuat khawatir Komite PBB untuk Perlindungan Perempuan. Setiap tahunnya, banyak perempuan Perancis yang menjadi korban kekerasan suaminya. Selain itu, sebagaimana di negara-negara Eropa lainnya, kasus hamil di luar nikah dan aborsi di Perancis juga sangat tinggi. Sepertiga dari jumlah perempuan hamil, merupakan hamil di luar nikah, dan separuh darinya berakhir dengan aborsi secara suka rela.
Sedangkan di ASIA, berdasar studi konsorsium yang juga diikuti Pakistan, Iran, China, dan Hongkong ini menunjukkan terjadinya sejumlah pelanggaran yang telah memgkriminalkan perempuan. Simposium yang didukung konsorsium Women's Empowerment in Muslim Contexts (WEMC) ini menyoroti kasus-kasus kekerasan perempuan di Indonesia, seperti hukuman cambuk yang berlaku di sebuah desa di Sulawesi Selatan, perda anti-pelacuran yang berlaku di Tangerang dan Bantul serta perda anti-maksiat di Depok. Selain itu mereka juga menyoroti eksploitasi terhadap pekerja migran perempuan. Hal ini, menurut mereka, cukup tampak dari biaya-biaya yang cukup tinggi yang diterapkan oleh PJTKI dan agen-agen perekrut TKW. Sebab itu mereka berharap pemerintah melakukan peninjauan dan uji material terhadap peraturan dan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada kaum perempuan, baik di tingkat provinsi hingga desa.

Sumber: http://kumpulan-artikel-menarik.blogspot.com/wanita-masih-terbelenggu diskriminasi.html

PEMBAHASAN

Dimana-mana akan kita temukan diskriminasi. Melihat beberapa contoh kasus seperti diatas, tindakan diskriminatif bukanlah dideterminasi oleh rasa dan prasangka semata. Ia memiliki dan dibangun di atas rasionalitas tertentu. Seandainya kita merujuk kepada teori tindakan sosial, salah satu premisnya adalah “seseorang akan mengulangi perbuatannya berdasarkan hasil imbalan dan hukuman yang diperoleh atau diharapkannya”. Diskriminasi yang mendapat justifikasi potensial (terlebih aktual) yang diperoleh oleh pelaku tindakan diskriminatif akan menyuburkan dan menyebabkan pelaku untuk mengulangi tindakan diskriminatif. Berulang dan berulang. Diskriminasi bukanlah “permainan” rasa suka – tidak suka yang melibatkan perasaan, tetapi ia adalah “permainan dan pertimbangan” rasionalitas.
Rasionalitas yang digunakan adalah rasionalitas instrumental alias cost and benefit calculation. Dalam rasionalitas jenis ini, semuanya dihitung berdasarkan kalkulasi ekonomis. Tindakan yang tidak mendapat nilai ekonomis tidak akan mendapat tempat dan dianggap tidak bermanfaat. Tidak ada logika moral, sosial. Satu-satunya yang mendapat tempat dan benar adalah yang memenuhi kalkulasi ekonomis. Selama sebuah tindakan diterima oleh biaya atau manfaat dan tindakan tersebut mendatangkan manfaat ekonomis, maka selama itu pula tindakan tersebut dapat diterima dan harus dilaksanakan. Satu-satunya moral, menurut model rasionalitas jenis ini, adalah moral ekonomis. Rasionalitas ini adalah salah satu penyebab mengapa perilaku dan tindakan diskriminatif tidak hilang dan peraturan pemerintah masih belum berjalan semestinya.
Salah satu alasan bahwa rasionalitas masih tetap bertahan adalah karena isu diskriminasi belum menjadi perhatian dan tanggung jawab masyarakat. Kalaupun diskriminasi menjadi perhatian, itu hanya sebatas melahirkan regulasi (pengendalian perilaku sesaat). Tidak ada sosialisasi sehingga masyarakat tidak mengetahui apa itu diskriminasi. Tidak ada institusi sosial yang berfungsi melanjutkan dan mengawasi implementasi peraturan. Penegakan hukum yang sebenarnya diharapkan mampu menjadi agen perubahan moral tidak berjalan karena tidak didukung oleh sistem dan kepedulian moral akan pentingnya menghargai Hak-Hak Dasar Individu. Kepedulian moral hanya sebatas motif egosentrisme “Untung Saya Apa”. “Seandainya tidak ada kepentingan saya, maka untuk apa saya turut campur”, ini adalah cerminan logika dan moral “Untung Saya Apa”. Kita belum cukup menghargai dan menghormati hak-hak dasar setiap individu.

KESIMPULAN

Perempuan sangat berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak peratuan yang dibuat pemerintah maupun seluruh elemen tentang perempuan. Namun, masih banyak juga masyarakat yang tidak memperdulikan peraturan – peraturan tersebut sehingga terjadi diskrimasi terhadap kaum perempuan.
Diskriminasi merupakan perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.
Manusia memiliki seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian, diskriminasi terhadap perempuan harus dihapuskan. 

SUMBER :

0 komentar:

 

ALOHA♥ Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea