TUGAS BULAN 1
1.
PERAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
2.
RAGAM BAHASA
3.
EYD DAN TANDA BACA
NAMA :
ARUM PUSPITARINI
NPM :
11113405
KELAS :
3KA17
|
I.
PERAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
A. Peranan
Bahasa Indonesia dalam Kehidupan Sehari-hari
Secara
umum bahasa didefinisikan sebagai lambang. Bahasa adalah alat komunikasi yang
berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Sebagaimana yang
telah diketahui, bahwa bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata.
Masing-masing mempunyai makna, yaitu hubungan abstrak antara kata sebagai
lambang dengan objek atau konsep yang diwakili kumpulan kata. Fungsi utama
bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau sarana untuk menyampaikan informasi.
Tetapi pada dasarnya bahasa lebih dari sekedar alat menyampaikan informasi atau
mengutarakan pikiran dan perasaan, adapun fungsi lain dari bahasa adalah :
a.
Untuk tujuan praktis : mengadakan hubungan
alam pergaulan sehari-hari.
b.
Untuk
tujuan artistik : manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindah-indahnya
guna pemuasan rasa estetis manusia.
c.
Sebagai kunci mempelajari
pengetahuan-pengetahuan lain, diluar pengetahuan kebahasaan.
d.
Untuk mempelajari naskah-naskah tua guna
menyelidiki latar belakang sejarah manusia, kebudayaan dan adat istiadat
serta perkembangan bahasa itu sendiri.
“KAMI
POETRA POETRI BANGSA INDONESIA MENJOENJENG BAHASA PERSATUAN BAHASA INDONSIA”
kalimat diatas merupakan penggalan dari sumpah pemuda yang dicetuskan pada
tanggal 27 oktober 1928. Dicetuskannya sumpah pemuda tersebut merupakan awal
dijadikannya bahasa indonesia sebagai bahasa negara. Hingga saat ini tentu saja
bahasa Indonesia memiliki fungsi dan peranan penting dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Hal ini berarti juga bahwa bahasa Indonesia mempunyai
kedudukan yang diberikan. Manusia tidaklah lepas dari peran bahasa, begitu pula
rakyat indonesia terhadap bahasa Indonesia. Bahasa indonesia setidaknya
memiliki dua peranan yang masing-masing peranan memiliki fungsi.
Dari
sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam
bahasa Melayu. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya
sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses
pembakuan sejak awal abad ke-20. Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih
dari 90 persen warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi
kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu
dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa
Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) atau
mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya.
Pada
dasarnya seluruh kegiatan manusia akan sangat berkaitan erat dengan bahasa.
Bahasa tidak hanya dapat digunakan dalam bentuk lisan, tapi juga dapat
digunakan dalam bentuk tulisan. Ilmu filsafat juga tidak lepas dari penggunaan
bahasa, banyak filsafah yang justru mengawali pemikirannya dari problem bahasa.
Tentunya bahasa disini bukan berarti sekedar mempelajari tata gramatikal bahasa
ataupun bahasa asing, melainkan bagaimana pengertian seseorang dapat
terpengaruh hanya dari penggunaan kata-kata atau pemikiran.
Peran
bahasa sebagai bahasa negara yang artinya bahasa indonesia sebagai bahasa
pengantar dalam acara-acara formal seperti sidang MPR, sekolah, kuliah,
pekerjaan , dan lain-lain. Fungsi bahasa sebagai bahasa lainnya adalah bahasa
Indonesia sebagai alat penghubung tingkat nasional dan sebagai alat pengembang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Peran bahasa Indonesia yang kedua adalah
sebagai bahasa nasional yaitu sebagai lambang kebanggaan bangsa, rakyat
Indonesia patut bangga terhadap bahasa Indonesia, karena tidak semua negara
didunia ini yang memiliki bahasa nasional. Fungsi lainnya adalah bahasa
indonesia sebagai identitas bangsa dan sebagai alat pemersatu dan penghubung
antar daerah, hal tersebut dikarenakan negara indonesiaterdiri dari berbagai
jenis ras, agama, suka bangsa dan bahasa yang berbeda disetiap daerah di
indonesia, dengan bahasa Indonesia maka setiap warga dari seluruh daerah di
indonesia dapat berkomunikasi dengan baik.
Ada
beberapa poin yang dapat dikaitkan dengan bahasa. Antara lain:
a.
Akal, yang sangat erat dengan logika
b.
Makna dan intepretasi, yang merupakan bagian
yang sudah melekat dengan bahasa.
c.
Konvensi, karena tanpa konvesi bahasa tidak
akan ada artinya karena tidak dapat dimengerti oleh semua orang.
d.
Dimensi bahasa obyektif, dapat dimengerti
oleh semua untuk mengatasi ruang yang bersifat universal dan ilmiah.
e.
Intertekstualitas, bagaimana teks-teks lain
saling mempengaruhi pemahaman seseorang.
Ada
kalanya sebuah teks atau percakapan akan menggunakan kode penyampaian. Misalnya
dalam puisi dan pada saat politikus-politikus yang menggunakan kiasan ketika
berpidato ataupun menjawab pertanyaan. Dari banyaknya peran bahasa, dapat
dilihat bahwa mengerti bahasa bukanlah hal yang mudah. Harus ada kekritisan
dalam menerjemahkan sebuah pesan, inilah pentingnya pera intepretasi. Tanpa
intepretasi, tentunya semua akan mengalir dengan datar. Sebuah puisi akan
terdengar tidak menarik apabila sama dengan percakaan sehari-hari. Justru
simbol-simbol yang ada semakin memperindah penggunaan bahasa.
Dari
sinilah kemudian dapat mencoba menganalisa sebuah teks atau tanda dengan
aliran-aliran yang berkembang dari filsafat bahasa. Sesungguhnya pengertian
bahasa indonesia yang baik dan benar bukan berarti menggunakan bahasa resmi
dimanapun melainkan bahasa yang penggunaannya tepat dan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang sedang terjadi. Sementara bahasa yang benar adalah bahasa
konsisten menerapkan kaidah bahasa EYD. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah
kesadaran akan pentingnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang
memudahkan komunikasi antar sesama, tidak perlu canggung untuk untuk
menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari namun tentu saja harus menjaga
kearifan bahasa lokal.
Didalam
kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat
pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Didalam
hubungan ini bahasa Indonesia adalah satu – satunya alat yang memungkinkan
untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga
Indonesia memikili ciri – ciri dan identitasnya sendiri yang dapat
membedakannya dari kebudayaan daerah atau negara lain. Pada waktu yang sama,
bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai – nilai
sosial budaya nasional kita. Disamping itu, sekarang ini fungsi bahasa
Indonesia telah pula bertambah besar. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa
media massa. media massa cetak dan elektronik, baik visual, audio, maupun audio
visual harus memakai bahasa Indonesia. Media massa menjadi tumpuan untuk dapat
menyebarluaskan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Bahasa
memiliki peranan dan fungsi bahasa tertentu yang digunakan berdasarkan
kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri,
sebagai alat komunikasi, sebagai alat integrasi dan beradaptasi social dalam
lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat melakukan control sosial.
1.
Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada
awalnya bahasa di gunakan pada anak hanya untuk mengekspresikan diri atau
perasaannya pada sasaran yang tepat dan sasaran awa nya adalah ayah-ibu nya.
Namun seiring perkembangan semua itu telah berubah seiring menjadi dewasanya
seseorang. Ketika sudah dewasa maka seseorang akan menggunakan bahasa untuk
mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi dengan sesama. Pada saat
menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, pemakai bahasa
tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi
pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya
untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni
bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Contoh bahasa untuk mengekspresikan
diri yaitu seorang penulis yang mengekspresikan dirinya melalui sebuah tulisan
yang dia buat, ada pun seorang pelukis yang mengekspresikan dirinya melalui
sebuah hasil karya lukisan.
Sebagai
alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala
sesuatu yang tersirat di dalam dada, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan
keberadaannya.
Unsur-unsur
yang mendorong ekspresi diri antara lain :
·
Agar
menarik perhatian orang lain terhadap kita
·
Keinginan untuk membebaskan diri kita dari
semua tekanan emosi
Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
2.
Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi
adalah tahapan lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi pun tidak akan sempurna
jika orang yang menangkap komunikasi tidak mengerti apa yang sampaikan. Dengan
komunikasi semua dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah di capai oleh
nenek moyang dan dapat mengetahui apa saja yang akan dan dicapai oleh orang
yang ada pada zaman sekarang ini.
Sebagai
alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan
perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga.
Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan
mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4). Pada saat menggunakan
bahasa sebagai komunikasi maka orag yang menyampaikankomunikasi ingin orang
yang menerima komunikasi dapat mengerti dan dapat menerima gagasan . Bahasa
sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan
alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, semua dapat menunjukkan
sudut pandangnya, pemahaman atas suatu hal, asal usul bangsa dan
negaranya, pendidikan, bahkan sifat. Bahasa menjadi cermin diri, baik sebagai
bangsa maupun sebagai diri sendiri.
3.
Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi
Sosial
Bahasa
pun selain dapat menjadi salah satu kebudayaan, tapi juga memungkinan manusia
untuk mempelajari dan memanfaatkan pengalaman manusia itu. Bahasa asing pada
saat mempelajari bahasa asing, semua akan berusaha mempelajari bagaimana cara
menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah akan menggunakan
kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamana dalam
berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau
Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar Ia diterima di
dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai Ia menggunakan kata
kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa
asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya
bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah
berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
4.
Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Bahasa
pun dapat menjadi kontrol sosial yang sangat efektif . Kontrol sosial ini dapat
di terapkan di diri sendiri maupun di lingkungan. Ceramah agama atau dakwah pun
dapat di kategorikan sebagai alat kontrol sosial. Contoh fungsi bahasa sebagai
alat control sosial adalah sebagai alat peredam marah yaitu dengan cara menulis
dengan menulis maka amarah kita akan hilang secara dikit demi dikit dan masalah
menjadi lebih terang.
A.) Peranan
Bahasa Indonesia dalam konteks ilmiah
Dalam tulisan ilmiah, bahasa sering diartikan
sebagai tulisan yang mengungkapkan buah pikiran sebagai hasil dari pengamatan,
tinjauan, penelitian yang seksama dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu,
menurut metode tertentu, dengan sistematika penulisan tertentu, serta isi,
fakta, dan kebenarannya dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bentuk-bentuk karangan ilmiah identik dengan jenis karangan ilmiah, yaitu
makalah, laporan praktik kerja, kertas kerja, skripsi, tesis, dan disertasi.
Dalam penulisan ilmiah, bahasa merupakan hal
yang terpenting. Untuk itu kita harus sebaik mungkin menggunakannya. Antara
lain :
· Dalam
hal penggunaan ejaan. Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dalam kaidah
tulismenulis yang distandarisasikan; yang meliputi pemakaian huruf, penulisan
huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.
· Dalam
hal penulisan kata. Baik kata dasar, kata turunan, bentuk ulang, kata ganti,
kata depan, kata sandang, maupun gabungan kata.
· Dalam
penggunaan partikel lah, kah, tah, pun. Partikel lah, kah, tah ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: Pergilah sekarang! Sedangkan
partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Contoh: Jika engkau
pergi, aku pun akan pergi. Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis
serangkai, seperti andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun,
meskipun, sekalipun.
· Dalam
hal pemakaian Ragam Bahasa. Berdasarkan pemakaiannya, bahasa memiliki
bermacam-macam ragam sesuai dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungannya.
Ragam bahasa pada pokoknya terdiri atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam
lisan terdiri atas ragam lisan baku dan ragam lisan takbaku; ragam tulis
terdiri atas ragam tulis baku dan ragam tulis takbaku.
· Dalam
penulisan Singkatan dan Akronim.Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan
jabatan atau pangkat diikuti tanda titik. Contoh: Muh. Yamin, S.H. (Sarjana
Hukum ). Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda
titik. Contoh: dll. hlm. sda. Yth. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta dokumen resmi yang terdiri atas
huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda
titik. Contoh: DPR GBHN KTP PT. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf
awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Contoh: ABRI LAN
IKIP SIM. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Contoh:
Akabri Bappenas Iwapi Kowani.
· Dalam
penulisan Angka dan Lambang Bilangan. Penulisan kata bilangan tingkat dapat
dilakukan dengan cara berikut. Contoh: Abad XX dikenal sebagai abad teknologi.
Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai berturut-turut. Contoh: Ada sekitar lima puluh calon mahasiswa yang tidak diterima diperguruan tinggi itu.
kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai berturut-turut. Contoh: Ada sekitar lima puluh calon mahasiswa yang tidak diterima diperguruan tinggi itu.
· Dalam
pemakaian tanda baca. Pemakaian tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik
dua (:), tanda titik koma (,), tanda hubung, (-) tanda pisah (_), tanda petik
("), tanda garis miring, (/) dan tanda penyingkat atau aprostop (').
· Dalam
pemakaian imbuhan, awalan, dan akhiran.
Dalam
penulisan ilmiah, selain harus memperhatikan faktor kebahasaan, kita pun harus
mempertimbangkan berbagai faktor di luar kebahasaan. Faktor tersebut sangat
berpengaruh pada penggunaan kata karena kata merupakan tempat menampung ide.
Dalam kaitan ini, kita harus memperhatikan ketepatan kata yang mengandung
gagasan atau ide yang kita sampaikan, kemudian kesesuaian kata dengan situasi
bicara dan kondisi pendengar atau pembaca.
B.
Fungsi Bahasa
Indonesia Dalam Kehidupan Sehari-hari
Bahasa Indonesia memiliki beberapa
fungsi-fungsi secara umum diantaranya adalah
a.
Sebagai bahasa Negara dan pemersatu bangsa
Bahasa
Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting di Negara karena merupakan
salah satu dari ikrar sumpah pemuda tahun 1928 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Bersumber dari hal tersebut, Bahasa Indonesia juga
memiliki fungsi sebagai pemersatu bangsa yakni berarti kedudukan yang dimiliki
lebih tinggi daripada bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Indonesia
memiliki beragam budaya dan bahasa, untuk itu bahasa pemersatu diperlukan agar
hubungan komunikasi antar satu dengan yang lain tidak terhambat.
Sebagai
contoh, misalnya seorang pejabat daerah Manado mendapat tugas dinas di Jakarta
aan tetapi dia tidak bisa mengunakan bahasa Indonesia dan dia hanya menguasai
bahasa daerah manado. Tentu ketika dia telah tiba di Jakarta, tidak semua orang
Jakarta dapat mengerti apa yang dia bicarakan karena di Jakarta berbagai suku
dan budaya ada. Pejabat tersebut harus menggunakan bahasa Indonesia agar
hubungan komunikasi dalam perjalan dinasnya tidak mengalami hambatan.
b.
Sebagai Alat komunikasi
Seperti
yang telah dijelaskan dalam point pertama tadi. Bahasa Indonesia tidak akan
luput daripada fungsi komunikasi. Karena komunikasi adalah hal yang paling
utama diperlukan saat menjalin hubungan dengan orang lain.
Contohnya
adalah kita berbicara bahasa Indonesia kepada guru atau dosen kita. Bahasa
Indonesia dapat menjadi alat yang membantu kita menyampaikan ide, gagasan, dan
pemikiran kita.
c.
Sebagai penunjuk identitas diri
Berkaitan
dengan point kedua, Bahasa Indonesia merupakan alat menyampaikan gagasan dan
pemikiran kita kepada orang lain sehingga dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
bahasa juga sebagai penunjuk identitas diri. Dari cara berpikir kita, tata
bahasa yang kita gunakan serta idea pa saja yang telah kita tuangkan
menggunakan bahasa Indonesia dapat menggambarkan identitas diri kita.
Seperti
contoh yang baru-baru ini marak beredar adalah bahasa ala Vicky prasetyo. Vicky
menggunakan istilah-istilah bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang tidak
lazim digunakan sehingga menimbulkan keanehan seperti istilah konspirasi
kemakmuran,labil ekonomi dsb. Akan tetapi, di sisi lain kita jadi mengetahui
bagaimana sosok Vicky sebenarnya. Seperti apa cara berpikirnya dan bagaimana
tata bahasanya.
d.
Sebagai alat mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi
Dalam
dunia pendidikan di Indonesia, Bahasa Indonesia menjadi salah satu materi yang
wajib diajarkan mulai dari tingkat paling rendah hingga tingkat perguruan
tinggi. Hal itu terjadi karena Bahasa Indonesia merupakan alat untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Diluar
sana, banyak buku-buku yang menjadi sumber pengetahuan menggunakan bahasa
Indonesia. Di sisi lain, sebagai syarat kelulusan mahasiswa perguruan tinggi
juga harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar untuk membuat
suatu perkembangan ilmu pengetahuan dengan sebuah ide yang menggunakan bahasa
Indonesia kemudian dipaparkan dalam bentuk tulisan ilmiah.
e.
Sebagai alat
penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan tata-cara perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional serta pemerintahan.
Bahasa Indonesia sebagai alat
penghubung pada tingkat Nasional, Kedudukan Bahasa Indonesia ini diwujudkan
dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antara badan pemerintah
Nasional dan disebarluaskan semua informasi menggunakan bahasa Indonesia kepada
seluruh masyarakat Indonesia.
Sehubungan dengan hal itu hendaknya
diadakan penyeragaman sistem informasi dan mutu media komunikasi masa secara
menyeluruh. dengan tujuan agar isi pesan atau informasi yang disampaikan dapat
dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
B.) Fungsi Bahasa Secara
Khusus
a.
Mewujudkan hubungan dalam Interaksi Dalam Kehidupan sehari-hari.
Manusia adalah makhluk sosial yang
tidak pernah lepas dari hubungan komunikasi dan interaksi dengan makhluk
sosialnya. Komunikasi yang dugunakan dapat menggunakan bahasa formal atau non
formal.
b.
Mewujudkan Seni (Sastra).
Bahasa juga dapat dipakai untuk
mengungkapkan perasaan melalui media seni, seperti syair, puisi, prosa, Cerpen
dll. kadang-kadang bahasa yang dipakai juga memiliki makna konotasi dan makna
denotasi. Dalam hal ini, dibutuhkan pemahaman yang yang lebih dalam agar dapat
mengetahui makna yang ingin disampaikan Penulis atau peraga seni.
c.
Mempelajari bahasa-bahasa kuno.
Dengan mempelajari bahasa kuno, akan
dapat mengetahui peristiwa dimasa lalu. Untuk mengantisipasi dan mencegah
kejadian yang lalu untuk tidak terjadi kembali dimasa depan, atau untuk
menambah wawasan tentang asal dari suatu budaya yang dapat ditelusuri melalui
naskah kuno atau penemuan prasasti-prasasti.
d.
Memahami IPTEK.
Dengan akal dan pikiran yang sudah
anugrahkan Tuhan kepada manusia, maka manusia akan selalu mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam berbagai hal dalam bidang IPTEK dan untuk mencapai taraf
hidup yang lebih baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan selalu
mengabadikan agar manusia lainnya juga dapat mempergunakan dan lebih
mgembangkanya lagi demi masadepan manusia itu.
C.)
Fungsi
Bahsa Indonesia menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi untuk keperluan:
a) Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu
b) Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain
c) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
d) Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
e) Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu
f) Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi
g) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi
a) Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu
b) Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain
c) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
d) Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
e) Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu
f) Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi
g) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi
II.
RAGAM BAHASA
A. Pengertian
Ragam Bahasa
Ragam
bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda
dengan dialek yaitu varian dari sebuah
bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu sendiri. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot, sering dianggap terkait
dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang
juga dianggap sebagai suatu variasi atau ragam tersendiri
Menurut
Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia,
timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku.
Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan
resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di
rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
B. Macam
– macam ragam bahasa
1. Ragam
Bahasa Indonesia berdasarkan media
Di
dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula
kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata
baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri
kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan
berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau
instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu
digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun
demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam
pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa
ragam yang bersangkutan.
Suatu
ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup
kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan
ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang
pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan
(Fishman ed., 1968; Spradley, 1980). Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media
dibagi menjadi dua yaitu :
a)
Ragam
bahasa lisan
Adalah
ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu
sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan
didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri
kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata
serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam
struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena
situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna
gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal
berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi
tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu
tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam
lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang
dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun
direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat
dikatakan sebagai ragam tulis. Ciri-ciri ragam lisan :
·
Memerlukan orang kedua/teman bicara;
·
Tergantung
situasi, kondisi, ruang & waktu;
·
Hanya
perlu intonasi serta bahasa tubuh.
·
Berlangsung
cepat;
·
Sering
dapat berlangsung tanpa alat bantu;
·
Kesalahan
dapat langsung dikoreksi;
·
Dapat
dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah, sambutan,
berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan
kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama ngobrol atau
berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara
penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah.
b)
Ragam
bahasa tulis
Ragam
bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan
huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan
kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata
bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata,
kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Contoh
dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dll. Dalam
ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan
benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah.
Ciri
Ragam Bahasa Tulis :
·
Tidak memerlukan kehadiran orang lain,
·
Tidak terikat ruang dan waktu,
·
Kosa kata yang digunakan dipilih secara
cermat,
·
Pembentukan kata dilakukan secara sempurna,
·
Kalimat dibentuk dengan struktur yang
lengkap,
·
Paragraf dikembangkan secara lengkap dan
padu,
·
Berlangsung lambat,
·
Memerlukan alat bantu.
2. Ragam
Bahasa Berdasarkan Penutur
a.
Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah
(logat/diolek)
Luasnya
pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia
yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa
Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli.
Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa
Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi awal saat
melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-lain.
Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata
ithu, kitha, canthik, dll.
b.
Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa
Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda
dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal
dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas.
Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek,
pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata
bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu
bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya
dipakai.
c.
Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam
bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan)
atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain
resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur
atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati
bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika
terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan
digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan
kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula
tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa
baku dipakai dalam :
·
Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato
kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
·
Pembicaraan dengan orang yang dihormati,
misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
·
Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat
lamaran pekerjaan, undang-undang.
·
Wacana teknis, misalnya laporan penelitian,
makalah, tesis, disertasi.
3. Ragam
Bahasa menurut Pokok Persoalan atau Bidang Pemakaian
Dalam
kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam
membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam
bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda
dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers.
Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang
digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau
teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang
pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan
itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan
yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara
adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi,
anemia, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer
banyak digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda
sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang
berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya
ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.
III.
EYD DAN TANDA BACA
Sebelum
menjadi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ada beberapa perubahan yaitu:
Ejaan Van Ophuijsen.
Ejaan
Van Ophuijsen atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk
bahasa Indonesia. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut
model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan
bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
v Huruf
'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang, pajah, sajang.
v Huruf
'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer
(kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au').
v Tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi hamzah,
seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Sejarah Singkat.
Pada
tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh
Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan
Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van
Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin
untuk bahasa Melayu di Indonesia.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.
Ejaan Republik.
Ejaan Republik (edjaan
republik) atau Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia
yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama
edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini
mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak
tahun 1901.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
Huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.
bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.
Ejaan Republik ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
Huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.
bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.
Ejaan Republik ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun
1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Revisi 1987
Pada
tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan
menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
Revisi 2009
Revisi 2009
Pada
tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka
EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Perbedaan dengan ejaan sebelumnya
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Perbedaan dengan ejaan sebelumnya
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Ejaan
yang disempurnakan memuat kaidah-kaidah bahasa Indonesia, seperti
penulisan huruf, penulisan kata, penulisan tanda baca dan penulisan unsur
serapan. Penulisan huruf berkaitan dengan aturan penulisan nama diri, nama
jenis, nama sebutan dan huruf pada lambang bilangan. Penulisan kata berkaitan
dengan aturan penulisan kata baku, kata depan, kata ulang, gabungan kata dan
bentuk singkatan/akronim. Penggunaan tanda-tanda baca dan aturan penyerapan
kata asing yang menjadi kosakata bahasa Indinesia. EYD ini hendaknya
menjadi acuan/patokan dalam berbahasa Indonesia agar tidak terjadi kesalahan.
Penulisan Huruf
Abjad
di Indonesia berjumlah 26 huruf yang melambangkan bunyi-bunyi bahasa (fonem),
terdiri dari 5 huruf vokal dan 21 huruf konsonan. Bahasa Indonesia juga
mengenal gabungan huruf yang padu yang lazim disebut Diftong. Jumlah diftong
ada tiga yaitu ai, au, dan oi. Contoh diftong antara lain : pantai, pukau dan
amboi.
Huruf pada nama diri
dan nama jenis
Nama
diri adalah nomina khusus yang mengacu ke nama geografi, nama orang atau
lembaga, dan nama yang berhubungan dengan waktu. nama diri ditulis dengan huruf
kapital. Sedangkan nama jenis merujuk kepada jenis tertentu secara umum. Di
dalam pedoman EYD nama jenis yang tergolong sebagai nomina umum ditulis dengan
huruf kecil.
Nama diri yang diatur
penulisannya dalam pedoman umum EYD berhubungan dengan :
1.
nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, dan gelar keilmuan yang diikuti
nama orang
contoh kalimat:
a. Doktor Salim
Said terkenal kritis dalam memberikan ulasan di televisi.
b. Haji Agus
Salim seorang pahlawan pendidikan.
2.
nama jabatan pangkat yang diikuti nama orang, instansi atau tempat
contoh kalimat:
a.
Gubernur DKI Jakarta meresmikan pengunaan busway.
b. Kolonel
Suparman berhasil mengungkap kasus korupsi kemarin.
3.
nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
contoh kalimat:
a.
Di penghujung tahun 2004 bangsa Indonesia mengalami bencana
yang amat besar.
b.
Pulau Jawa terpadat penduduknya di Indonesia.
c. Bahasa
Indonesia belum menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
4.
nama tahun, bulan, hari, hari raya dan peristiwa sejarah
contoh kalimat:
a. Peristiwa
itu terjadi pada tahun 1343 Hijriah.
b.
Dahulu pernah terjadi Perang Candu di negeri Cina.
5.
nama khas geografi
contoh kalimat:
a.
Salah satu daerah pariwisata di Sumatera adalah Danau Toba.
b.
Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dihubungkan oleh Selat Sunda.
6.
nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan
contoh kalimat:
a.
Ayu Utami mengarang novel Saman.
b.
“Kiat Mengatasi Gejala Penyakit Kejiwaan”.
Huruf pada nama
julukan atau sebutan
Nama
julukan atau sebutan lain dari sebuah nama diri diperlakukan sebagai nama diri
dan dituliskan dengan huruf awal kapital.
Contoh kalimat:
a.
Dia tinggal di Bandung, yang mendapat julukan Kota Kembang
b.
Aceh (Serambi Mekah) dikejutkan oleh peristiwa gempa bumi dan tsunami.
c.
Dia lebih dikenal sebagai Pak Raden daripada Suryadi.
Kota Kembang, Serambi
Mekah, dan pak Raden dituliskan dengan huruf awal kapital karena digunakan
sebagai pengganti nama diri atau sebagai nama lain.
Huruf pada lambang bilangan
Angka
digunakan untuk menuliskan lambing bilangan atau nomor yang dinyatakan dengan
angka Arab (1,2,3,4…) atau angka Romawi (I,II,III,IV…). Kaidah penggunaan
angka antara lain untuk:
1.
menyatakan ukuran panjang, berat, luas dan isi. Misalnya 5 meter, 2 ons dan 100
meter
2. menyatakan
satuan waktu, misalnya 5 jam 30 menit
3. menyatakan
nilai uang, misalnya Rp 5.000,00, US$ 2,500.00, 100 yen
4. menyatakan
kuantitas, misalnya 30 persen, 27 murid
5. melambangkan
nomor yang diperlukan pada alamat. Misalnya Cempaka Putih Tengah IV, No. 53.
6. memberi
nomor bagian karangan dan ayat suci, misalnya
Bab IX, subbab 13, halaman
366
Surat Al Ikhlas: 1 – 4
Kata Baku dan Tidak
Baku
Sebuah
kata dapat dinyatakan baku apabila kata tersebut digunakan sebagian besar
masyarakat dalam situasi pemakaian bahasa yang bersifat resmi dan menjadi
rujukan norma dalam penggunaannya. Sementara itu, sebuah kata dinyatakan tidak
baku apabila kata itu menyimpang dari norma kosakata baku (misalnya munculnya
unsur kedaerahan atau penyerapan kata asing yang tidak mengikuti kaidah yang
berlaku).
Contoh kosakata:
No.
|
Tidak Baku
|
Baku
|
1.
|
kwitansi
|
kuitansi
|
2.
|
telor
|
telur
|
3.
|
sistim
|
sistem
|
4.
|
tampal
|
tambal
|
5.
|
korsi
|
kursi
|
Kosakata baku memiliki tiga
sifat, yakni kebersisteman, kecendekiaan, dan keseragaman.
Kata Depan
Kata
depan dalam bahasa Indonesia adalah di, ke, dan dari. Kata depan ditulis
terpisah dari kata yang mengikutinya. Akan tetapi, dalam kenyataannya
masih banyak pengguna bahasa yang kurang dapat membedakan kata depan dengan
awalan. Untuk mengatasi keraguan, pengguna bahasa dapat menentukan kata depan
atau awalan dengan cara berikut:
1.
Jika bentuk kata “di” dapat digantikan oleh ”ke” dan ”dari” atau sebaliknya,
makna kata ”di” tersebut termasuk kata depan dan harus dituliskan terpisah dari
kata yang mengikutinya.
Contoh:
a.
Di samping saya terlihat banyak bangunan yang runtuh.
b.
Dari samping saya terlihat banyak bangunan yang runtuh.
Kata Ulang
Kata
ulang adalah bentuk kata yang dihasilkan dari proses perulangan dan dituliskan
secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Menurut bentuknya kata ulang
dibedakan menjadi empat jenis yaitu sebagai berikut:
1.
Kata ulang murni (perulangan kata dasar)
contoh: cepat-cepat,
batuk-batuk, kadang-kadang.
2.
Perulangan berubah bunyi
contoh: bolak-balik, compang-camping,
tindak-tanduk
3.
Perulangan berimbuhan
contoh: tolong-menolong,
hormat-menghormati, keheran-heranan
4.
Perulangan sebagian. Kata ulang ini dalam bahasa Indonesia jumlahnya terbatas.
contoh: tetamu, lelaki,
tetumbuhan.
Bentuk Singkatan dan
Akronim
Singkatan
adalah bentuk bahasa yang dipendekkan dari kata atau kelompok kata yang terdiri
atas satu huruf atau lebih. Singkatan seperti itu banyak dijumpai pada nama
diri, seperti nama lembaga dan nama orang, serta kata-kata umum dalam bahasa
Indonesia. Singkatan tersebut dapat dituliskan dengan tanda titik atau tanpa
tanda titik.
Contoh:
Singkatan tanpa tanda
titik
Singkatan dengan tanda titik
BUMN
Dr. Ir. Priyono (gelar di depan)
PGRI
Bustanuddin, S.S. (gelar di belakang)
BP4
A. S. Nungcik (singkatan nama di depan)
BP7
Emi A.T. (singkatan
nama di belakang)
Akronim
merupakan singkatan dari deret kata yang dapat berbentuk gabungan huruf, suku
kata, atau gabungan huruf dan suku kata. Hasil gabungan itu dianggap dan
diperlakukan sebagai kata. Akronim dapat dibedakan atas akronim nama diri dan akronim
bukan nama diri. Akronim yang berasal dari nama diri dituliskan dengan huruf
awal kapital. Sedangkan akronim yang bukan nama diri dituliskan dengan huruf
kecil.
Contoh akronim nama diri:
Depkes
(Departemen Kesehatan)
Bappenas
(Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
Kowad
(Korps Wanita Angkatan Darat)
Contoh akronim bukan nama
diri:
Amdal
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)
Rapim
(Rapat Pimpinan)
Waskat
(Pengawasan Melekat)
Pemakaian tanda baca
Pemakaian
tanda baca dalam ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mencakup pengaturan
(1) tanda titik, (2) tanda koma, (3) tanda titik koma, (4) tanda titik dua, (5)
tanda hubung, (6) tanda pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9) tanda
seru, (10) tanda kurung, (11) tanda kurung siku, (12) tanda petik, (13) tanda
petik tunggal, (14) tanda ulang, (15) tanda garis miring dan (16) penyingkat
(Apostrof).
1.
Tanda titik (.)
a.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. Misalnya:
1)
W.S. Rendra 2) Abdul Hadi W.M.
b.
Tanda titik dipakai pada singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan Misalnya:
1)
Dr. (doktor) 2) dr. (dokter)
d.
Tanda titik digunakan pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan
ribuan, jutaan dan seterusnya. Misalnya:
1)
Tebal buku itu 1.150 halaman. 2) Minyak
tanah sebanyak 2.500 liter tumpah
2.
Tanda koma
Ada
kaidah yang mengatur kapan tanda koma digunakan dan kapan tanda koma tidak
digunakan.
a.
Tanda koma harus digunakan diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
b.
Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan
kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata tetapi, melainkandan sedangkan.
c.
Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat,
apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. Biasanya, anak
kalimat didahului oleh kata penghubung bahwa, karena, agar, sehingga,
walaupun, apabila, jika, meskipun dan sebagainya.
3.
Tanda titik koma (;)
Tanda
titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu
kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya :
Para pemikir mengatur
strategi dan langkah yang harus ditempuh; para pelaksana mengerjakan tugas
sebaik-baiknya; para penyandang dana menyediakan biaya yang diperlukan
4.
Tanda titik dua (: )
a.
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu perrnyataan lengkap bila diikuti
rangkaian atau pemerian.
Misalnya :
Perguruan Tinggi Nusantara
mempunyai tiga jurusan : Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi Ekonomi dan
Sekolah Tinggi Hukum
b.
Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri permyataan
Perguruan Tinggi Nusantara
mempunyai Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi Ekonomi dan Sekolah Tinggi
Hukum.
5.
Tanda hubung ( – )
a. Tanda hubung dapat
dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.
Bandingkan:
Tigapuluh-dua-pertiga (30
2/3) dan tigapuluhdua- pertiga (32/3)
Mesin-potong tangan (mesin
potong yang digunakan dengan tangan) mesin potong-tangan (mesin
khusus untuk memotong tangan).
b.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata
berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (b) ke- dengan
angka, (c) angka dengan –andan (d) singkatan huruf dengan imbuhan
atau kata.
6.
Tanda pisah (-)
Tanda
pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus
diluar bangun kalimat, menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain
sehingga kalimat menjadi lebih jelas dan dipakai di antara dua bilangan atau
tunggal yang berarti ‘sampai dengan’ atau diantara dua nama kota yang berarti
‘ke’ atau ‘sampai’. Panjangnya dua ketukan.
Misalnya:
1)
Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh bangsa itu
sendiri.
2)
Pemerintah Orde Baru tahun 1966-sekarang.
3)
Bus Kramajati jurusan Banjar-Jakarta.
4)
(Moeliono,1980:15-31)
7. Tanda
petik (“_”)
Tanda
petik dipakai untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah
yang mempunyai arti khusus atau kurang dikenal.
Misalnya:
1)
Kata Hasan, “Saya ikut.”
2)
Sajak “Aku” karangan Chairil Anwar.
3)
Ia memakai celana “cutbrai.”
8.
Tanda petik tunggal (‘_’)
Tanda
petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya:
Lailtul Qadar ‘malam
bernilai’
9.
Tanda Elipsis (…)
a.
Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus
Misalnya:
Kalau begitu …ya, marilah
kita bergerak.
b.
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan
…akan diteliti lebih lanjut.
10. Tanda Tanya (?)
a.
Tanda Tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
b.
Tanda Tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
1)
Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?). 2) Uangnya
sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
11. Tanda Seru (!)
Tanda
seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
1)
Alangkah seramnya peristiwa itu! 2)
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
12. Tanda Kurung ((…))
a.
Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
b.
Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan yang bukan
bagian integral pokok pembicaraan.
13. Tanda Kurung Siku
([...])
a.
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah
asli.
b.
Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.
14. Tanda Garis Miring ( /
)
a.
Tanda garis miring dipakai didalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
15. Tanda Penyingkat atau
Apostrof ( ‘ )
Tanda penyingkat
menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar